Kisah-Kasih di Sekolah (Bagian 77) Tamat



Bacaan sebelumnya klik di sini

Bagaimana ini?  Aku memvonis sendiri sedang jatuh hati pada Mega. Aku yang bermain api Aku juga yang harus merasakan terbakar. Aku terus menyidang kebodohan yang sudah dilakukan. Tapi sudah tidak ada yang bisa diulang. Semuanya sudah terjadi.

Aku memikirkan langkah apa yang harus dilakukan. Semua yang aku perbuat kepada Mega menciptakan berbagai masalah. Aku tak pernah terbayang jika seperti ini akhirnya. Pertama yang harus aku lakukan adalah mencatat semua imbas dari perasaan suka padanya.

Pertama yang aku pikirkan adalah Asep. Aku tahu sejak kelas dua dia beberapa kali mengantarkan Mega pulang dan juga digosipkan dekat. Bahkan, saat ini dia menjadi sangat sering pulang bersama. Terlebih, mereka satu kelas.

Masalah selanjutnya adalah apa yang akan terjadi jika aku mengungkapkan perasaan ke Mega dan berjalan dengan lancar, lalu teman satu sekolah mengetahui? Aku pasti menjadi bahan bicara. Memang itu tidak akan lama, tapi yang utama pertemanan aku dengan Asep.

Jujur aku masih belum tahu seperti apa perasaan Asep. Beberapa kali aku, Rapsan, dan Ihsan menginterogasinya, dia selalu bisa mengelak. meski begitu, tetap saja aku melakukan hal bodoh dengan mencoba melakukan komunikasi secara intens dengan Mega. Dan inilah akibatnya.

Aku benar-benar telah jatuh ke lubang dan tidak sanggup lagi keluar karena terlalu dalam. Di lubang itu tidak ada sekalipun niat bagiku untuk berdiri. Aku seakan-akan menikmati sakit ini walaupun dampaknya sangat buruk.

Jatuh cinta memang membuat orang menjadi hilang akal dan kendali. Kini, aku mengalaminya sendiri sekarang karena telah membiarkan mengikuti arus kesalahan. Baik dan buruk semuanya sama di mataku. Aku telah hilang rasa.

Setelah berpikir panjang dengan segala kebodohan, aku yakinkan diri untuk mengungkapkan perasaan ini. Masa bodoh dengan pertemanan dan gosip satu sekolah. Aku sudah tidak kuat lagi. Dada ini terasa tertusuk-tusuk setiap menit. Bahkan sangat sakit setiap kali memikirkan Mega. Aku merasa lebih baik ketika melihatnya meski sekelebat. Mega sungguh candu. 

Kapan aku akan menyatakan perasaan ini? Cuma itu obatnya yang aku pikirkan. Setidaknya aku harus berusaha. Jika nanti gagal urusan belakangan. Paling malu saja dan tidak berani bertemu Mega. Gosip di sekolah? Aku prediksi seminggu sudah mereda.

Kemudian aku tidak berani menyampaikannya. Bertemu bicara dua mata saja segan, lalu bagaimana caranya aku mengungkapkannya? Sedari siang sampai menjelang salat Isya aku belum menemukan jawabannya. Ya sudah aku telepon saja. Cara pecundang ini cuma satu-satunya melampiaskan rasa sakit ini.

Aku benar-benar tidak bisa menahannya sampai membuat tak sabar mencari momen yang pas. Setelah salat aku telepon Mega. Cukup lama aku menatap layar telepon untuk memberanikan diri menghubunginya. Aku tarik nafas dalam-dalam, aku tutup mata sembari menekan tombol hijau perintah pemanggilan.

Aku menghitung setiap dering. Deringan pertama membuat aku cukup tegang. Deringan kedua jantung berdegup makin cepat. Bunyi ketiga aku tidak sabar. Hingga aku sempat berpikir kalau nada kelima tidak diangkat juga akan aku tutup telepon ini. Nyatanya, baru berniat seperti itu sudah ada suara dari seberang sana.

“Halo, Assalamuallaikum.”

Salam itu tidak segera aku jawab. Otakku merespon cukup lambat. “Wallaikumsalam. Halo Mega. Apa kabar?” Pertanyaan basi! Dasar bodoh.

“Baik kok. Kan tadi lihat Mega di sekolah.”

“Hehehee iya sih. Siapa tahu saja tiba-tiba lagi tidak enak badan. Kan penyakit bisa datang kapan saja.”

“Jadi Jefri doain Mega sakit?”

Tuh kan. Buat apa coba basa-basa seperti itu. “Ya tidak lah. Kalau Mega sakit, Jefri nanti sedih.” Mantab. Lanjutkan rayuannya.

“Gombal.”

Aku tetawa. Lumayan gurauan ini membuatku sedikit tenang. Bagian dada juga tidak terasa sakit lagi. Yang aku rasakan semua masalah dan beban sebelumnya seakan hilang. Lima menit membuat percakapan tanpa makna, aku coba menyampaikan tujuan utama.

“Mega, Jefri mau bicara sesuatu.”

“Bukannya daritadi sudah bicara ya?”

“Iya sih. Tapi ini beda.”

“Apa memang?”

“Hhmmmmmm…..” Aku tidak bisa memulai dari mana. “Jefri ….” Aku terasa gagu. Semua kata-kata terasa lama keluar dari mulut.

“Jefri merasa kedekatan kita membawa perasaan Jefri lebih jauh. Dan itu semakin diyakinkan ketika hari pertama masuk sekolah,” aku bicara cukup lambat, tidak terburu-buru, dan hati-hati. “Ternyata Jefri suka sama Mega. Mega…. mau tidak jadi pacar Jefri?”

Sepecundang inikah aku? Sampai mengungkapkan perasaan saja harus via telepon. Aku tidak punya keberanian untuk sampaikan secara langsung. Sungguh payah!

Peduli setan dengan itu. Bukan berani atau tidak berani. Masalahnya aku sudah tidak sabar. Semakin lama perasaan ini terus menghantui. Aku tidak bisa menunggu lama-lama. Aku benar-benar gila dengan ini.

Tidak ada suara terdengar di sana. Apa Mega meninggalkan aku? “Mega?” aku bertanya.

“Iya Mega dengar kok daritadi. Mega heran kenapa bisa secepat ini. Kita bicara langsung saja tidak pernah. Beri Mega waktu ya.”

Aku mulai tenang. Semua beban rasanya sudah hilang. Kemudian otak mulai bisa berpikir jernih. Di saat itu pula aku menyesali kenapa sudah berkata secara jujur kepada Mega. Kalau dia menjawab iya, pasti akan banyak masalah yang berlanjut. Aaahhhhhh!!! Kenapa jadi begini sih.

Sebelum tidur Mega mengirim pesan. “Besok Mega mau pinjamkan binder puisi seperti janji Mega sebelumnya. Di situ akan ada jawaban telepon Jefri tadi,” tulisnya.

Aku tidak tahu harus merespon seperti apa. Senang karena aku tidak perlu menunggu lama. Pusing karena bagaimana cerita selanjutnya. Semua skenario melayang-layang dalam hal sebelum tidur sampai membuat aku sulit memejamkan mata.

***

Di sekolah aku tidak peduli dengan pelajaran. Rasanya ingin cepat-cepat pulang dan bertemu Mega. akan tetapi semakin aku menatap jam dinding semakin aku merasa waktu terasa lama. Aku sangat tidak fokus belajar.

Akhirnya bel pulang sekolah berbunyi. Aku mengirim pesan Mega. “Jangan keluar kelas dulu ya. Jefri mau beres-beres kelas dulu.” Padahal aku hanya ingin saat menerima balasan melalui surat itu ketika tidak ada yang melihat.

Sekolah sudah mulai sepi. Siswa sudah mulai sedikit terlihat. Aku menyambangi Mega. Mega ternyata sedang tertawa dengan beberapa temannya. Untung wanita semua. Sepertinya mau menemani Mega yang sedang menunggu aku.

Aku hanya menengok ke kelasnya dan memanggil dia. Mega sepertinya paham dengan kode yang aku berikan. Dia keluar tanpa membawa tas. Di tangan kanannya ada binder berwana biru. Itu warna kesukaannya. Dia tersenyum sembari memberikan binder kepadaku. “Bacanya di rumah saja ya.” Aku mengangguk.

Setelah itu rasanya ingin cepat sampai rumah. Aku yang biasanya selalu ke warung sebelah sekolah langsung bergegas pulang. Tak ada niatan untuk membuang waktu. Dengan kecepatan tinggi aku melaju tidak peduli segala urusan yang ada.

Aku menuju kamar dan membuka tas. Aku tatap binder pinjaman Mega. Aku deg-degan. Aku buka setiap halaman. Semuanya puisi. Namanya juga binder puisi. Yang pasti tulisan Mega sangat bagus. Sangat jauh berbeda dengan yang aku miliki. Oh iya, aku hampir melupakan tujuan utama mencari jawaban Mega. Ternyata ada di halaman terakhir.


Hey apa kabar? Basi banget yah awal pembicaraan ini. Tapi tidak usah dijawab yah karena Mega tahu kabar Jefri dan semoga Jefri baik-baik saja ya.
Di sini Mega mau jawab pertanyaan yang kemarin Jefri ungkapkan. Masih ingat kan pertanyaan Jefri? Tapi semoga dengan jawaban Mega ini tidak mengubah sikap Jefri ke Mega.
Sebelumnya Mega mau ucapkan terima kasih banget dan salut sama Jefri yang sudah berani mengungkapkan perasaan ke Mega walaupun Mega tidak tahu apa yang membuat Jefri suka sama Mega.
Langsung Mega jawab yah
“Maaf banget Mega tidak bisa terima perasaan Jefri dan juga tidak bisa jadi pacar Jefri. Mega tidak bisa jelasin secara detail tapi kalau saja Jefri menyatakan seminggu sebelumnya pasti Mega bisa terima Jefri.”
Jujur sebenarnya Mega juga suka sama Jefri. Mungkin juga Mega lebih dulu suka sama Jefri lebih dulu, yaitu sewaktu kelas dua sebelum Jefri bilang suka sama Mega. 
Sampai sekarang pun Mega masih suka sama Jefri walaupun kenyataannya Mega sudah punya pacar. Tapi seperti yang Mega bilang kalau perasaan itu tidak akan pernah hilang seiring berjalannya waktu.
Mungkin suatu hari Mega bisa terima perasaan Jefri. Tapi kapan dan di mana Mega tidak tahu. Tapi prinsip Mega, “Mega tidak akan memberi banyak harapan pada seseorang jika Mega sendiri tidak bisa memberikannya.” Paham kan maksudnya?
Mungkin penjelasan Mega ini cukup dan Jefri juga mengerti. Maaf Mega tidak bisa bicara langsung karena tahu sendiri kan bagaimana kondisinya seperti apa?
Tetap senyum yah. :)
Mega            

Previous
Next Post »
0 Komentar