Kehidupan di Air Liki, Desa yang Google Maps Saja Tidak Bisa Baca


Bacaan sebelumnya klik di sini

Desa Air Liki, Jambi sebelumnya hanya satu sebelum melakukan pemekaran menjadi Air Liki Lama dan Air Liki Baru. Secara keseluruhan daerah ini tidak memiliki banyak warga.

Berdasarkan catatan kepala desa, ada 136 kepala keluarga dengan total sekitar 500 penduduk yang tinggal di sini. Satu desa terdapat empat dusun.

Orang tertua di sana mengatakan bahwa nenek moyang Air Liki adalah orang Padang. Sesuai dengan kebiasaan merantau, mereka berpindah tempat untuk menetap dan tinggal. Akhirnya ditemukanlah desa ini. Komunikasi yang digunakan sehari-hari adalah Bahasa Minang.

Mata pencarian penduduk setempat sebelumnya 70%-80% mengandalkan pohon karet dan sawit. Seiring naik turunnya bahan mentah ini, mereka mulai meninggalkan. Kini, warga mulai belajar menanam kopi jenis arabika. Baru empat tahun mereka menekuni kopi.

Aku sendiri belum sempat mencicipinya seberapa enak kopi itu. Tapi sebenarnya tidak terlalu paham juga soal cita rasa kopi. Maklum, aku hanya penikmat bukan tukang komentar.

Yang sangat sering aku rasakan makanan di sini. Semuanya alami. Nasinya putih dan pulen. Airnya segar dan tidak bikin sakit tenggorokan meski dari sungai. Lauknya tidak jauh dari ikan, telur, dan ayam.

Mayoritas yang disantap dari sungai karena banyak dan mudah ditangkap. Rasa tanahnya tidak berasa. Tulangnya juga jarang. Kalaupun ada, bisa dikunyah dan tidak akan tersangkut di tenggorokan.

Maklum, pasar sangat jauh. Mereka tidak bisa keluar desa. Seperti yang aku tulis sebelumnya mereka butuh Rp1 juta untuk meninggalkan desa pulang-pergi. Hanya kebutuhan yang sangat penting dan genting saja harus keluar desa.

Biasanya anak mereka yang ingin melanjutkan pendidikan ke SMA dan kuliah. Baru SD yang ada di desa. Kalau sudah seperti ini, para remaja tersebut harus menyewa tempat tinggal dan jarang pulang ke rumah orang tuanya.


Tak heran jalur transportasi sangat dibutuhkan Air Liki. Salah seorang ada yang ibu kehilangan nyawa karena sulitnya ke kota. Saat itu dia sedang hamil tua. Lahir dengan cara normal ternyata tidak mampu. Hanya cesar yang bisa dilakukan.

Mau tidak mau harus dibawa ke kota yang jaraknya ratusan kilometer. Naik turun bukit, mengikuti arus sungai deras, lalu daratan yang tidak rata harus dilalui. Sayang, ibu dan bayi tidak terselamatkan sebelum sampai rumah sakit.

Adalagi penjaga yang sekaligus penanggung jawab perawatan pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH). Dia hanyut karena perahu yang dia naiki terbalik lalu terbawa arus sungai yang tiba-tiba mengganas.

Pak Baharuddin, nama penjaga itu terseret sejauh 5 Km. Beruntung dia masih selamat dan tidak trauma atas kejadian itu. Pekerjaannya sebagai perawat PLTMH masih dijalani hingga saat ini.

Seperti daerah lainnya yang minim aliran listrik, Air Liki hanya bisa menikmati energi tersebut dari pukul 16.00 hingga 08.00. jika hari Jumat, listrik teraliri dari pagi. Hari ini khusus karena ada kegiatan Salat Jumat bagi para pria.

Penjadwalan ini berfungsi untuk mengurangi kerusakan. Selai itu, setiap warga dikenakan biaya untuk perawatan. Tidak mahal memang, sekitar Rp50.000 setiap rumah.

Jika ada barang elektronik lain seperti kulkas atau mesin cuci, ada biaya tambahan. Akan tetapi siapa juga yang mau menggunakan itu. Ada lampu saja mereka bersyukur. Lagipula cuaca di sini juga sejuk.

Nyamuk juga tidak ada. Sangat nyaman dan tenang. Pagi-pagi ayam berkokok. Malam bintang bertebaran di mana-mana. Udara di sini segar. Sungainya jernih. Enak sekali dibawa mandi.

Lalu, kenapa pemerintah diajak kerja sama dengan United Nations Development Programme atau Badan Program Pembangunan PBB (UNDP) membuat proyek PLTMH di Air Liki, bukan daerah lain? Jambi memang jadi proyek percontohan. Setelah sukses, akan dilanjutkan daerah lain.

Saat aku berbincang dengan orang yang bertanggung jawab untuk daerah ini, dia mengatakan bahwa warga Air Liki tidak akan dilepas setelah PLTMH selesai. Ini karena perawatan juga penting. Aku berharap tidak sekadar janji.

Adanya listrik juga dimaksudkan agar bisa menggenjot perekonomian penduduk. Apa saja itu? Misalnya menggiling gabah dan biji kopi. Air Liki diharapkan bisa memanfaatkan secara maksimal potensi yang mereka punya lalu memasarkannya.

Produk-produk sudah aku lihat. Selain kopi, Air Liki juga memiliki dodol yang rasanya manis dan lembut. Kalau sudah benar terlaksana, tinggal pemasarannya saja. Tentu pemerintah harus hadir di sini.

Previous
Next Post »
0 Komentar