Kisah-Kasih di Sekolah (Bagian 11)

Bacaan sebelumnya klik di sini


Menunggu instal ulang komputer itu memang membosankan. Untung saja Tia mengajak bicara tentang pacaran. Meski aku harus berpikir keras untuk menjawab pertanyaannya, perbincangan tadi lumayan menarik. Akan tetapi aku harus merelakan diri agar terlambat datang di hari perdana les. Meski sudah telat 20 menit, aku harus melaksanakan ibadah dulu.

Aku segera memarkir motor dan bertanya pada resepsionis ruang tempat belajar. “Hari ini masih perkenalan Dik. Semua adik bimbingan dan kakak pengajarnya sedang kumpul di lantai dua. Ayo segera ke atas, sudah mulai 10 menit yang lalu,” jawab Ka Zuhe yang merupakan salah satu staf pengajar.

“Aku solat dulu deh Ka. Musolanya di mana yah?”

“Oh belum solat. Musolanya di pojok. Tempat wudunya di kamar mandi yah.”

Aku bergegas menyucikan diri dan melaksanakan ibadah. Selesai itu aku berdoa sebentar dan naik ke atas. Di tempat kumpul ternyata masih perkenalan. Aku tidak tahu orang yang sedang bicara, tapi aku melihat kiri-kanan untuk mencari orang yang kira-kira seumuran denganku. Semua siswa les sedang berkumpul di sini, jadi tidak mungkin aku gabung dengan anak SD.

Tidak ada satu pun orang yang aku kenal. Itu berarti aku harus berkenalan dengan orang sekitar. Tapi tampaknya mereka sudah memiliki perkumpulan sendiri. Kalau aku ikut gabung, pasti dikira sok asik. Akhirnya aku putuskan untuk menyendiri dulu.

Salah satu perkenalan yang tidak bisa aku lupakan adalah saat Ka Arif berbicara pada kami tentang kakeknya. “Kakek kakak walaupun tidak lulus SD, dia bisa tiga bahasa. Bahasa Indonesia, Inggris, dan Jepang. Tapi kalian yang sudah menikmati kemerdekaan dan seharusnya lebih pintar dari kakek kakak, kok bahasa Inggris saja masih belepotan?”

Omongan itu benar-benar aku resapi. Kenapa aku yang sudah delapan tahu belajar bahasa Inggris, sampai sekarang masih belum juga fasih? Siapa yang salah? Ka Arif menyalahkan lingkungan sekitar dan pendidikan di Indonesia.

Dia bercerita memiliki keponakan yang berusia satu tahun pada 2006 atau tiga tahun lalu. Sejak usia itu, Ka Arif selalu mengajak bicara keponakannya dengan bahasa Inggris. Di taman kanak-kanak, keponakannya itu paham jika diajak bicara dengan bahasa Inggris. “Bahasa Inggris itu tidak hanya harus dipelajari, tapi juga dipraktekkan. Sekolah tidak pernah mengajarkan itu. kita pun terkadang dianggap sok keren jika bicara menggunakan bahasa Inggris dengan teman kita. Di situlah salah lingkungan dan pendidikan kita,” suaranya semakin meninggi.

Ka Arif begitu semangat bicara masalah pendidikan. Padahal ini masih perkenalan, tapi sudah serius sekali. Tapi aku suka dengan pola pikir Ka Arif. Memang sistem pendidikan di Indonesia harus diubah. Salah satunya dengan mata pelajaran yang terlalu banyak. Mata pelajaran yang musti aku pelajar di SMA lebih dari sepuluh. Semua itu dipelajar dalam waktu enam hari dengan jam yang terbatas. bagaimana mungkin seorang siswa bisa ahli jika tidak fokus mendalami salah satu bidang?

“Salah satu sistem pendidikan yang salah di Indonesia adalah dengan menganggap nilai ujian adalah faktor penentu keberhasilan siswa. Padahal dengan sistem itu membuat siswa menghalalkan segala cara agar mendapat nilai yang baik dengan cara apapun.” Aku terus mencerna ucapan Ka Arif. Perkataan ini bisa masuk diakal. Teman-temanku banyak yang membuat contekan sehari sebelum ujian sekolah hanya demi mendapat nilai yang bagus. Lalu solusinya apa ka? Tanyaku dalam hati.

Ka Arif seolah mendengar pertanyaanku itu. “Jadi, seharusnya sistem penilaian seperti itu dihapuskan. Sistem pembelajaran lebih baik sesuai dengan kebijakan sekolah atau gurunya karena mereka yang tahu kondisi siswanya. Setiap orang di daerah memiliki kondisi sosial yang berbeda-beda. Yang lebih penting lagi sumber daya guru di sekolah merupakan tenaga pengajar yang terbaik. Orang Indonesia harus menghargai profesi guru. Mereka adalah kunci kemajuan seorang anak selain orang tua.”

Tiba-tiba semua orang tepuk tangan setelah Ka Arif selesai memberikan sambutan. Padahal itu hanya sambutan, bukan pidato atau ceramah. Aku ingin tahu seperti apa pola pengajaran yang akan Ka Arif berikan padaku di les ini.

Bersambung...
Previous
Next Post »
0 Komentar