Kisah-Kasih di Sekolah (Bagian 69)

Bacaan sebelumnya klik di sini


Teman-teman sudah menunggu di perempatan menuju masjid. ‎Adzan Isya juga baru selesai. Aku dan Sandi segera merapat bersama yang lain. Sandi mencari jajanan yang sekiranya bisa dibeli sedangkan aku hanya duduk di bangku. Di sana ada Ajir, Anto, dan Oki. Mereka teman-teman yang seumuran dengan kami. Mereka juga yang sering main mengacak-acak rumah Sandi.

Ada sesuatu yang langsung menusuk hidungku. Baunya sangat mencekak tenggorokan. Aku melihat siapa yang ‎sedang menghisap rokok. Cahaya titik kemerahan terlihat di pojok ruangan tergeletak di bangku. Cahaya itu melayang ke atas dan mendekati mulut. Tak lama keluar asap dari hidung. Oki yang sedang asik menikmati kreteknya yang hampir habis. Hisapan itu adalah yang terakhir dan dia melempar putung sembarang.

Mereka tertawa tak tahu apa yang lucu. Aku mencoba memahami karena baru mendaratkan bokong. Oh, sedang meledek Ajir. Menyamakan dia dengan pemeran film yang kami tonton kemarin malam. Padahal sudah sehari berlalu. Tapi adegan konyol itu masih melekat.

Suara tawa kami yang padahal cukup keras akhirnya kalah. Tertutup dengan komat di masjid. Aku beranjak dari tempat duduk. Oki masih belum bergerak. Masih tanggung katanya. Paling setelah rakaat kedua baru dia berlari menuju tempat wudhu dan melaksanakan ibadah. Kalau aku sudah duluan meski pas mulai solat. Sandi juga demikian. Meski nakal, untuk solat Magrib dan Isya dia sangat rajin.

Aku sampai lupa menanyakan pada yang lain apakah mereka akan datang ke undangan rapat saat kumpul di warung tadi. Akan tetapi aku pesimistis mereka akan datang karena suara Sandi sudah mewakili yang lainnya. Kali ini tinggal ada pada diriku saja apakah akan tetap mengikuti mereka atau memilih jalan yang lain.

Tentu ini adalah kesempatan yang sudah ditunggu sejak kecil. Aku tidak mau melewatkannya begitu saja. Tapi aku masih bimbang. Ada saja ujian di kala datang satu peluang. Aku harus memantapkan diri. Biarlah tidak ada teman. Nanti juga dapat di sana.

Bukankah sebelum ada undangan seperti ini aku juga beberapa kali ikut pengajian? Menyelesaikan satu buku al-Quran dalam waktu satu bulan. Agenda setahun sekali di saat REMATA mati suri. Memang ini dilakukan bersama-sama, yaitu membagi jumlah halaman. Tapi lumayan menghabiskan banyak nafas.

Anggota yang hadir dalam penamatan ini juga tidak begitu banyak. Paling ramai banget itu enam orang. Itu sudah ditambah satu mentor. Orang yang sudah ada sejak REMATA berdiri. Anak Adam yang selalu berjuang dan tak pernah kenal lelah mengajak anak muda meramaikan masjid. Dia adalah Ka Nonta. Salah satu orang yang mendirikan REMATA.

Salat Isya sudah selesai. Berarti masih ada ceramah beberapa menit kemudian solat Taraweh berjamaah. Sandi sudah memberikan aba-aba pada Anto untuk segera keluar sebelum kuliah singkat itu dimulai. Oki yang baru selesai solat karena tertinggal satu rakaat langsung berdiri. Padahal dia orang terakhir datang di antara kami, tapi dia juga yang keluar paling dulu.

Sandi ikut disambut juga dengan yang lain. Karena solatnya masih lama, aku ikut dengan mereka keluar masjid. Lagian aku yakin mereka tidak akan pergi jauh. Ujung-ujungnya di warung tempat tadi singgah. Di sana memang menjadi lokasi yang asik untuk nongkrong. Tempatnya juga stategis.

Lagi-lagi kami tertawa. Tidak peduli pengeras suara yang berasal dari masjid, kami asik dengan dunia sendiri. Waktu ceramah menjelang solat taraweh ini padahal singkat. Tidak lebih dari 10 menit. Tapi bagi teman-temanku ini termasuk waktu yang lama. Padahal kalau duduk bicara tidak jelas dan cuma tertawa seperti ini saja mereka betah berjam-jam.

Ya, bukan hanya mereka saja tapi kebanyakan orang juga demikin. Terlebih kami masih dalam usia labil. Sulit rasanya berlama-lama di masjid. Sayangnya kalau sudah di sini kami malas untuk beranjak ke mana-mana. Apalagi ada Oki sang provokator. Dia pasti mengajak untuk madol solat. Tidak ada orang tua yang bakal memantau ke sini juga jadi penguat malas solat.

Kalau aku sih tidak akan mungkin ikut. Sendirian pun akan tetap melanjutkan ibadah. Paling nanti selesai solat aku menghampiri mereka lagi. Tapi kan bukan itu masalahnya. Nanti akan ada pertemuan di masjid untuk para remaja. Kalau mereka sudah tidak solat, pasti tidak akan datang rapat. Ya sudah mau diapakan lagi. Sendiri lagi deh!

Penanda solat Taraweh sudah terdengar. Aku berdiri dari tempat duduk. Aku meliat kiri-kanan. Tidak ada tanda-tanda mereka akan beranjak. Sandi saja masih asik menghisap rokoknya. Rokok yang dibeli hasil patungan sebenarnya. Sebatang untuk bersama. Satu orang hanya boleh satu hisapan lalu diputar ke teman sebelahnya. Begitu terus sampai tinggal putung.

Aku melangkah menuju masih. Teman-teman yang lain tidak memedulikan. Mereka tetap asik tertawa. Sepertinya mereka akan pindah tempat ke yang lebih jauh dan aman dari orang rumah. Yang aku pikirkan sekarang adalah siapa nanti yang akan menjadi teman saat rapat. Aku harus yakin kalau nanti pasti ada teman.
Solat Taraweh sudah selesai. Aku menunggu hingga benar-benar selesai. Biasanya setelah selesai berdoa aku langsung kabur. Kali ini tidak. Harus menunggu hingga sangat sepi. Sampai tidak ada kegiatan lagi, kondisi masjid sama seperti umumnya. Tidak ada kehidupan. Hanya aku anak remajanya. Padahal lima menit sudah berlalu. Jadi tidak ya rapatnya? Aku bertanya dalam hati.
Apakah aku harus menunggu atau pulang saja gabung dengan Sandi dan yang lain. Aku masih melihat sekeliling sambil duduk menyenderkan bahu di tembok berharap ada yang menemani. Aku berdiri karena sepertinya memang tidak jadi. Aku putuskan pulang saja. Saat melewati pintu hendak keluar, ada yang memanggil. Sumbernya dekat mimbar. Ka Nonta keluar dari ruangan dekat tempat imam pimpin solat.

Bersambung…


Previous
Next Post »
0 Komentar