Pasti Akan menyesal karena Telah Meremehkan

Sang ketua sedari tadi melihat-lihat buku catatannya. Sesekali dia menulis lalu mencoret apa yang dia tulis. Sebatang rokok tidak pula menemani dia yang tampaknya sedang berpikir keras. Ketua menggunakan otaknya dengan maksimal berharap mendapat ide cemerlang. Tak dipedulikannya keramaian yang ada di sekeliling.

Ini acara yang bisa dikatakan sangat penting. Acara perdana di jurusan. Ketua berinisiatif mengadakan acara ini karena iri dengan jurusan lain yang aktif mengadakan kegiatan minimal setahun sekali. Bagaimana dengan jurusanku? Tiga tahun kuliah aku tidak pernah melihat ada kegiatan yang wah dan bisa dikenang.

Ide Ketua bagus sebenarnya. Teman satu angkatan setuju mengadakan acara ini. Lalu siapa yang jadi jenderal acara? Seperti biasa tidak ada yang bersedia. Ujung-ujungnya yang memberikan ide ditunjuk sebagai orang yang bertanggung jawab atas pelaksanaan acara. Tidak ada yang keberatan dengan pemilihan yang berlangsung cepat itu.

Beberapa hari setelah pemilihan, belum ada kumpul untuk membahas kegiatan yang akan dilaksanakan. Entah memang tidak ada rapat atau memang aku yang tidak dapat kabar. Nyatanya memang sudah ada pertemuan setelah pemilihan Ketua.

Karena dia berbeda kelas, hanya teman sekelasnya saja yang tahu. Sedangkan kami kuliah seakan-akan tidak ada sesuatu yang genting. Bagi kami tidak masalah kalau memang kami dilupakan. Toh kami tidak rugi jika tidak bergabung. Kecuali jika masuk nilai mata kuliah. Beda lagi itu ceritanya.

Kami teman sekelas seperti biasa nongkrong di lantai dasar fakultas. Kami ketawa-ketawa membahas yang lucu. Dari kejauhan Ketua menghampiri kami. Dia menyambangi salah satu di antara kerumunan. Kerumunan ini tidak hanya pria saja, wanita juga ada dan membuat kelompoknya masing-masing. Meski beda kelompok kami tetap satu kesatuan.

Ilustrasi kumpul di lantai dasar fakultas. Foto diambil bulan Oktober 2009

Ketua ternyata menghampiri sekertarisnya. Sekertaris sendiri tidak begitu paham dengan keinginan ketua karena dia hanya disuruh membuat surat dan mencatat apa yang keluar dari mulut ketua. Aku penasaran dengan perbincangan mereka. Meski sudah tahu kegiatannya, kelas kami belum ada info kapan acara ini akan dilaksanakan.

“Jadi acara ini kapan Ketua diselenggarakan?” Aku bertanya karena ingin coba lebih aktif membantu acara perdana ini. Karena memang hampir setiap orang tidak pernah merasa memiliki jika tidak diundang atau diminta secara langsung. Kali ini aku mau mencoba untuk mengubah pola pikir itu. Tidak ada untungnya juga kan sok dibutuhkan seperti itu.

Raut wajah ketua yang tadinya serius berubah menjadi sinis. Alisnya ditekuk sebelah. “Kasih tahu ngga yaaa,” katanya dengan wajah ingin melucu. Setelah itu Ketua pergi tanpa memberikan jawaban padaku. “Anjir. Lu salah main-main sama gua,” aku berkata dalam hati.

Dia lupa bahwa aku orang yang cukup berpengaruh di kelas. Aku punya massa yang bisa ditarik untuk membantu persiapan acara. Aku sudah memantapkan diri untuk tidak berpartisipasi. Bukan hanya itu, aku ceritakan apa yang aku alami pada teman-teman kelas. Mereka pun terpengaruh dengan respon Ketua yang meremehkan aku. Kami sepakat melupakan acara untuk mahasiswa Jurnalistik ini. Anggap saja tidak terjadi apa-apa dan jalankan kegiatan seperti biasa.

Sepertinya info ini sudah sampai pada telinga Ketua. Beberapa kali mengadakan rapat tidak ada perwakilan dari kelas kami. Yang datang hanya Sekertaris yang memang selalu diminta hadir. Ketua sadar dia salah. Dia berpikir harus bertindak sesuatu agar tidak terus seperti ini. Ketua putuskan untuk meminta maaf.

Keesokan harinya seperti biasa kami tertawa-tawa di lantai dasar fakultas. Mata kuliah hari ini cuma satu jadi kami bisa nongkrong lebih lama. Lagi-lagi ketua datang ke tempat kami. Kami biasa saja karena sudah menganggap tidak ada apa-apa.

“Gua boleh minta waktu sebentar ga?” Tanya ketua pada semua orang yang sedang asik dengan kegiatannya. Kami semua diam lalu membuat lingkaran. Ternyata Ketua membicarakan soal acara yang dua bulan lagi akan terlaksana. Aku tidak ambil pusing masalahnya. Dia yang menanam benih, dia yang menuainya.

Tapi aku tetap menghargai pertemuan dadakan ini. Aku tidak membuat gaduh meski tidak mendengarkan omongannya. Intinya Ketua meminta agar kami ikut berpartisipasi dalam acara ini. Ketua lalu menatap lalu menepuk dengkulku berharap minta perhatian. Aku langsung menatap dia yang sedari tadi hanya melihat lantai sambil memainkan benda yang ada di sekitar.

“Gitu, Kep. Minta bantuannya ya,” kata Ketua. Kali ini tatapannya tidak seangkuh biasanya. Aku membaca mata Ketua seperti dia sedang meminta maaf atas kesalahannya. Bagiku ini sudah cukup. Dia meminta langsung khusus padaku di depan teman yang lain.

Setelah permintaan itu, aku datang setiap kali rapat. Kuajak teman yang lain meski tidak semuanya bisa ikut. Karena memang sejak awal mereka tidak tertarik untuk membantu. Teman sekelas ketua juga sama.

Dia meminta bantuan kelas kami karena massa yang bergabung dari kelasnya sudah maksimal. Menurutku tidak apa sedikit panitianya yang penting kami kompak. Nanti juga saat acara berlangsung pada datang untuk memperlihatkan bahwa mereka ikut berjasa atas kesuksesan acara tersebut.

Ilustrasi kegiatan jurusan. Waktu pengambilan foto dirahasiakan.

Pelajaran dari cerita ini adalah jangan pernah menganggap remeh siapapun. Engkau tidak pernah tahu kalau orang yang kamu nilai rendah itu suatu saat nanti menjadi orang penting di dalam hidupmu. Karena jika tidak bisa berkata dengan baik, mendingan diam. Kecuali dia orang yang sudah akrab dengan kita. 
Previous
Next Post »
0 Komentar