Kisah-Kasih di Sekolah (Bagian 71)

Bacaan sebelumnya klik di sini


Fokus kami terpecah. Semuanya menatap pada satu pandangan. Kepala kami bergerak mengikuti kemana wanita itu berjalan hingga akhirnya duduk di seberang aku. Wanita yang manis ini tepat pada satu pandangan lurus dengan aku. Sesekali aku melirik dia. Sepertinya aku tak dihiraukannya. masa bodoh. Yang penting aku menikmati momen ini.

Aku terus berusaha mencuri pandang karena sangat penasaran. Bagaimana mungkin ada wanita yang sangat indah ini. Aku masih tidak percaya hingga perbicaraan di rapat tidak terdengar. Aku berpikir menggali dalam-dalam ingatan. Memindai wanita yang ada di komplek ini. Sampai aku yakin dia tidak tinggal dekat sini.

Aku jadi lupa kalau belum tahu namanya. Padahal pikiran sudah melantur kemana-mana. Kebetulan di sini ada absen. Pasti dia akan mencantumkan nama dan nomor teleponnya di sana. Tapi aku harus menghapal urutan siapa saja wanita yang menulis pertama. Karena semua rombongan mereka tidak ada yang aku kenal.

Cara lain yang lebih cepat tapi kemungkinannya kecil adalah saat salah satu dari kami memanggil namanya. Yah ini memang sulit terjadi. Tapi tidak ada yang tidak mungkin. Yang aku bisa lakukan saat ini adalah menunggu sampai keajaiban itu datang.

Hingga akhirnya aku melewati hal yang penting. Aku tidak sadar karena telah mengabaikan tujuan utama menghadiri rapat ini. Haduuhhh! Aku tarik nafas dalam-dalam sambil melupakan apa yang sudah terjadi. Ini aku lakukan beberapa kali hingga aku bisa kembali mengikuti jalannya rapat dan kembali pada alasan datang ke mari.

Rapat pun usai. Sampai bubar aku masih tidak tahu siapa namanya. Biar saja. Anggap saja ini hukuman buat aku yang sudah lalai karena terlena. Kegiatan pesantren kilat kami dimulai. Datang juga masa aku menjadi pengajar. Dulu aku juga pernah ada di sini. Berada di antara mereka sebagai santri. Kini, aku yang mengajar.

Karena aku masih belum berpengalaman, aku hanya bertugas membantu orang-orang yang sudah pernah melakukan ini sebelumnya. Sungguh hal yang sangat kebetulan aku diberi mandat untuk membantu wanita yang manis ini. Meski sudah beberapa kali rapat, aku masih belum juga tahu namanya. Dan ini adalah hari pertama kegiatan pesantren kilat dimulai.

“Gua mengajar di mana?” Tanya aku pada ketua.

Ketua melihat kertas catatannya. “Lu sama Gita yah,” katanya.

Aku terdiam dan mengernyitkan dahi karena tidak tahu siapa Gita. “Mengajar di kelas satu,” tambah ketua sembari menunjukkan di mana kelas itu berada. Aku langsung melihat siapa yang menjadi pengajar di sana. Entah senang atau kaget, aku melihat wanita yang sudah aku perhatikan sejak pertama kali kenal. Ya walaupun cuma kenal tampang saja sih. Sekarang aku mengenal namanya.

Seperti biasa aku mencari tahu asal-usulnya. Dan benar saja dugaanku kalau dia lebih tua dariku. Beda usia kami tiga tahun. Yang lebih terkejut dia pernah pacaran dengan teman main bola kami. Aku hanya bisa geleng-geleng. Tapi itu kan dulu pacarannya. Sekarang sudah tidak. Usia juga jadi masalah sebenarnya. Terkadang aku sampai berpikir kenapa aku tidak dilahirkan lebih dulu lagi biar bisa satu sekolah dengan Gita.

Yah itu hanya pikiran bodoh saja. Lagian kalau memang kami seumuran belum tentu juga aku bakal pacaran sama dia. Ya sudah nikmatin saja yang ada. Toh aku bersukur bisa kenal dan melihat Gita. Karena jarang sekali aku bisa suka dengan wanita. Bahkan aku sering menyebut namanya jika para panitia pria sedang begadang di masjid. Aku lakukan biar Gita juga tahu kalau aku tertarik dengan dia. Aku tahu pasti gosip itu bakal menyebar.

Gita tidak lama gabung dengan kegiatan masjid. Meski begitu aku tidak punya niat untuk menghilang juga dari kegiatan ini. Aku berpikir tidak ada ruginya jika aku terus gabung dan mengikuti setiap kegiatan. Yang ada malah sia-sia jika tidak memiliki kegiatan. Walaupun Gita sudah tidak aktif, aku tetap tidak bisa melupakan dia. Terkadang aku berpikir saat ini dia sedang apa. Apakah kabarnya baik-baik saja?

Bersambung…

Previous
Next Post »
0 Komentar